Dibatas Desa

on Sabtu, 28 Mei 2011

Ini merupakan cerpen yang kubuat dengan waktu yang cukup singkat. Saat itu aku mengikuti Pertemuan KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) dan diberi tugas membuat cerpen, inilah cerpennya :

Perjalananan ini dimulai pada malam kamis. Setelah beberapa hari Aku berjalan melintas sebuah desa yang bagaikan dalam kubur. Aku merasa tidak dapat menopang bobot tubuhku sendiri. Kemudian sejenak ku melihat ke atas tampak matahari yang terlihat sangat garang menatapku. Aku berhenti didepan gubuk tua yang sepertinya sudah lama ditinggalkan penghuninya. Seraya menahan rasa lelah akibat tak adanya asupan energi yang diterima oleh usus halusku, aku mencoba menelentangkan tubuhku diatas tikar yang terbuka lebar diteras gubuk itu.

Disela – sela waktu istirahatku, aku kembali menatap langit dan sinar jingga keemasannya terlihat lebih terang dari sebelumnya. Tiba – tiba udara menjadi sejuk, matahari yang tadinya terlihat sangat perkasa kini ditutupi oleh awan yang datang entah dari mana. Aku pun teringat akan seseorang yang pandangannya lebih teduh dari awan yang menutupi matahari ini. Teringat potongan adegan – adegan yang dulunya aku lakukan bersamanya, yang membuatku tertawa.

Terlepas akan hal itu, rasa takutpun mulai menghantuiku. Aneh pikirku, sejenak aku terdiam kemudian timbul pertanyaan dalam benakku sebenarnya apa yang terjadi padaku hari ini ?. Rasa ingin tahu itu pun tak bisa tertahankan. Kuperbaiki susunan kancing bajuku dan kemudian aku melangkah jauh, jauh, menjauhi gubuk tadi yang menjadi tempat peristirahatanku untuk sementara. Setelah berjalan agak jauh, aku pun kembali merasa takut sebab awan itu tiba – tiba hilang entah kemana. Tetapi akupun terus berjalan dan menemukan sebuah kendaraan yang sudah tidak terawat dan ditinggalkan pemiliknya itu dalam posisi terbalik. Besi – besinya yang sudah mengalami pereaksian dengan oksigen dan air yang sangat kuat dan dalam waktu yang lama.

Kemudian aku berjalan, berjalan, dan terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Dengan perasaan takut yang sangat besar tetapi kucoba untuk terus melawannya. Dan akupun telah sampai pada ujung dari desa ini yang ditandai dengan sebuah papan yang bertuliskan selamat jalan. Setelah berjalan pelan, sepertinya kekuatan tubuhku sudah sampai pada batas terendah. Aku sudah tak kuat lagi dan prrrraaaaakkkkkk, tubuhku terjatuh dan aku kehilangan kesadaranku.

Setelah terbangun, ternyata aku sudah berada dilantai didalam sebuah ruangan yang merupakan kamarku sendiri. Kemudian aku teringat sesuatu, aku berlari ke arah ruang tamu melihat kalender dan jam, lalu aku tersadar bahwa aku mengalami mimpi buruk sehingga terlambat bangun dan tidak ke sekolah.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

cerpennya simple, bagus. metaforanya banyak yah. :D

Posting Komentar